100 Most Beautiful Secret Areas in China

100 Most Beautiful Secret Areas in China

B. Indonesia Saya bangga dengan sekolah saya. Guru kita cerdas. Kami memiliki banyak buku dan majalah bagus di perpustakaan sekolah kami. Ruang kelasnya tidak besar, tapi bersih dan rapi. Namun, sekolah pekarangan sangat kecil. Tidak banyak tanaman, jadi sangat panas di sore hari. Kami hanya memiliki teras ketika kita tidak berada di dalam kelas. Jadi teras sangat ramai saat istirahat.

Apa tujuan teks tersebut?
a. untuk menggambarkan sekolah penulis
b. untuk menggambarkan perasAan penulis
c. untuk mempromosikan sekolah penulis
d. untuk menginformasikan tentang kelas penulis

B. Indonesia Penyebab terbesar kerusakan lingkungan adalah ulah manusia Penebangan pohon ilegal, pencemaran sungai, sampah plastik yang menumpuk, merupakan beberapa hal yang memberi kontribusi pada kerusakan lingkungan Sikap kurang peduli ini kerap diiringi anggapan bahwa menyelamatkan lingkungan harus dengan kegiatan besar dan spektakuler. Padahal dengan hal-hal sederhana, kita dapat ikut serta dalam penyelamatan lingkungan.

Wartapala Indonesia sebagai yayasan yang peduli lingkungan, memberikan beberapa langkah kecil yang bisa kita terapkan sehari-hari. Langkah kecil ini misalnya bawa botol air minum, bawa tas belanja, gunakan sepeda atau jalan kaki, dan sediakan lahan untuk tanaman. Langkah-langkah kecil dan sederhana ini, jika dilakukan terus-menerus, bisa memberikan dampak baik bagi lingkungan.



Berdasarkan teks di atas, sebutkan 3 informasi yang sesuai dengan isi teks!​

B. Indonesia Dahulu kala, hiduplah seorang lelaki tua yang terkenal saleh dan bijak. Di suatu pagi yang basah, dengan langkah lunglai dan rambut masai, datanglah seorang lelaki muda, yang tengah dirundung masalah. lelaki itu tampak seperti orang yang tak mengenal bahagia. Tanpa membuang waktu, dia ungkapkan semua resahnya: impiannya gagal, karier, cinta dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok, tenang, bibirnya selalu tampilkan senyum. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Pak tua itu. "Asin dan pahit, pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah ke tanah. Pak Tua itu hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan beriringan, tapi dalam kediaman. Dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, masih dengan mata yang memandang lelaki muda itu dengan cinta, lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga, yang membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, dia pun berkata, "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?" "Segar," sahut tamunya. "Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Pak Tua lagi. "Tidak," jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di tepi telaga. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Demikianlah, hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.

pertanyaan :
1. Apa tema cerita yang telah kamu baca tersebut!

2. Siapa saja tokoh atau pelaku
dalam cerita tersebut dan
bagaimana wataknya?

3. Insiden atau peristiwa apa yang
terjadi dalam cerita tersebut?

4. Amanat atau pesan moral apa yang dapat dipetikdari insiden tersebut?

5. Bagaimana tanggapanmu mengenai isi cerita tersebut?​